Peraturan Pemerintah Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik
20.05 |
Write By
ELEKTRIKAL
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2005
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG
PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan penyediaan tenaga
listrik untuk kepentingan umum, perlu meningkatkan peran
serta koperasi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha
Milik Daerah, swasta, swadaya masyarakat, dan perorangan
dalam penyediaan tenaga listrik;
b. bahwa untuk melaksanakan kebijakan otonomi daerah di
bidang ketenagalistrikan perlu memberikan peran
Pemerintah Daerah dalam penyediaan tenaga listrik;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan b serta dalam rangka menciptakan
kepastian hukum dan kepastian berusaha di bidang
ketenagalistrikan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga
Listrik;
- 2 -
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang
Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3317);
3. Undang- …
3. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang
Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 24,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3394);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989
TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA
LISTRIK.
“Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 24,
- 3 -
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3394), diubah sebagai berikut :
1. Ketentuan Pasal 2 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut
:
“Pasal 2
(1) Penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik dilaksanakan
berdasarkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional.
(2) Menteri menetapkan Rencana Umum Ketenagalistrikan
Nasional dengan mempertimbangkan masukan dari
Pemerintah Daerah dan masyarakat.
(3) Penyediaan tenaga listrik dilakukan dengan
memanfaatkan seoptimal mungkin sumber energi primer
yang terdapat di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
(4) Guna ...
(4) Guna menjamin ketersediaan energi primer untuk
penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum,
diprioritaskan penggunaan sumber energi setempat
dengan kewajiban mengutamakan pemanfaatan sumber
energi terbarukan.”
2. Di antara Pasal 2 dan Pasal 3 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni
Pasal 2A, sehingga berbunyi sebagai berikut :
“Pasal 2A
- 4 -
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
menyediakan dana pembangunan sarana penyediaan tenaga
listrik untuk membantu kelompok masyarakat tidak
mampu, pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik di
daerah yang belum berkembang, pembangunan tenaga
listrik di daerah terpencil, perbatasan antar negara dan
pembangunan listrik perdesaan.”
3. Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut
:
“Pasal 3
(1) Usaha penyediaan tenaga listrik dilakukan oleh Negara
dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah sebagai
Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan untuk
melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik untuk
kepentingan umum.
(2) Menteri menetapkan daerah usaha dan/atau bidang
usaha Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan.”
4. Ketentuan Pasal 5 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut
:
“Pasal 5 …
“Pasal 5
- 5 -
(1) Rencana Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik disusun berdasarkan Rencana
Umum Ketenagalistrikan Nasional.
(2) Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pedoman
pelaksanaan penyediaan tenaga listrik bagi Pemegang
Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin
Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum.
(3) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan wajib
membuat Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik di
daerah usahanya untuk disahkan oleh Menteri.
(4) Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk
Kepentingan Umum yang memiliki daerah usaha wajib
membuat Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik di
daerah usahanya yang disahkan oleh Menteri, Gubernur
atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya untuk
dijadikan bahan pertimbangan bagi pemberian izin usaha
ketenagalistrikan serta digunakan sebagai sarana
pengawasan berkala atas pelaksanaan kegiatan
Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan yang
bersangkutan.
(5) Menteri menetapkan pedoman penyusunan Rencana
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik.
(6) Dalam hal Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk
Kepentingan Umum tidak membuat dan/atau tidak
melaksanakan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga
Listrik, Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai
- 6 -
kewenangannya dapat memberikan
sanksi administratif berupa :
a. peringatan tertulis;
b. penangguhan kegiatan; atau
c. pencabutan izin.”
5. Ketentuan ...
5. Ketentuan Pasal 6 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut
:
“Pasal 6
(1) Sepanjang tidak merugikan kepentingan Negara, Izin
Usaha Ketenagalistrikan diberikan kepada koperasi dan
badan usaha lain untuk melakukan usaha penyediaan
tenaga listrik untuk kepentingan umum atau usaha
penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri.
(2) Badan usaha lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang dapat melakukan usaha penyediaan tenaga listrik
untuk kepentingan umum meliputi Badan Usaha Milik
Daerah, swasta, swadaya masyarakat dan perorangan.
(3) Badan usaha lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang dapat melakukan usaha penyediaan tenaga listrik
untuk kepentingan sendiri meliputi Badan Usaha Milik
Negara, Badan Usaha Milik Daerah, swasta, swadaya
masyarakat, perorangan atau lembaga negara lainnya.
- 7 -
(4) Izin Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikeluarkan oleh:
a. Bupati/Walikota, untuk usaha penyediaan tenaga
listrik baik sarana maupun energi listriknya berada
dalam daerahnya masing-masing yang tidak
terhubung ke dalam Jaringan Transmisi Nasional.
b. Gubernur, untuk usaha penyediaan tenaga listrik
lintas kabupaten atau kota baik sarana maupun
energi listriknya yang tidak terhubung ke dalam
Jaringan Transmisi Nasional.
c. Menteri …
c. Menteri, untuk usaha penyediaan tenaga listrik lintas
provinsi baik sarana maupun energi listriknya yang
tidak terhubung ke dalam Jaringan Transmisi
Nasional atau usaha penyediaan tenaga listrik yang
terhubung ke dalam Jaringan Transmisi Nasional.
(5) Jaringan Transmisi Nasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) huruf a dan huruf b ditetapkan dengan
Peraturan Menteri.
(6) Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Sendiri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3)
dikeluarkan oleh:
- 8 -
a. Bupati/Walikota, untuk usaha penyediaan tenaga
listrik untuk kepentingan sendiri yang fasilitas
instalasinya berada di dalam daerah kabupaten/kota;
b. Gubernur, untuk usaha penyediaan tenaga listrik
untuk kepentingan sendiri yang fasilitas instalasinya
mencakup lintas kabupaten/kota dalam satu
provinsi;
c. Menteri, untuk usaha penyediaan tenaga listrik untuk
kepentingan sendiri yang fasilitas instalasinya
mencakup lintas provinsi.
(7) Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Sendiri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) hanya
dapat diberikan di suatu daerah usaha Pemegang Kuasa
Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha
Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum dalam hal :
a. Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau
Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk
Kepentingan Umum tersebut nyata-nyata belum
dapat menyediakan tenaga listrik dengan mutu dan
keandalan yang baik atau belum dapat menjangkau
seluruh daerah usahanya, atau
b. pemohon ...
b. pemohon Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk
Kepentingan Sendiri dapat menyediakan listrik secara
lebih ekonomis.
- 9 -
(8) Permohonan Izin
Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum dan
Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Sendiri
diajukan dengan melengkapi persyaratan administratif
dan teknis.
(9) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (8) meliputi :
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian perusahaan;
c. profil perusahaan;
d. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); dan
e. kemampuan pendanaan.
(10) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (8)
meliputi :
a. studi kelayakan;
b. lokasi instalasi termasuk tata letak (gambar situasi);
c. diagram satu garis (single line diagram);
d. jenis dan kapasitas usaha;
e. keterangan/gambar daerah usaha dan Rencana
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik;
f. jadwal pembangunan;
g. jadwal pengoperasian; dan
h. izin dan persyaratan lain sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(11) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf e
dan ayat (10) huruf e tidak berlaku bagi permohonan Izin
Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Sendiri.
- 10 -
(12) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(9) huruf b dan huruf c tidak berlaku bagi pemohon Izin
Usaha Ketenagalistrikan oleh swadaya masyarakat dan
perorangan.
(13) Izin ...
(13) Izin Usaha Ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hanya dapat dialihkan kepada pihak lain
sesudah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri,
Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.
(14) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara perizinan
ditetapkan oleh Menteri, Gubernur, atau
Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.”
6. Ketentuan Pasal 11 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut :
“Pasal 11
(1) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau
Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk
Kepentingan Umum yang memiliki jaringan transmisi
tenaga listrik wajib membuka kesempatan pemanfaatan
bersama jaringan transmisi.
(2) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang
Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum
yang memiliki daerah usaha harus menjamin kecukupan
pasokan tenaga listrik di dalam masing-masing daerah
usahanya.
- 11 -
(3) Pemegang Kuasa
Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha
Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum yang
memiliki daerah usaha, dalam melakukan usaha
penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum
dapat melakukan pembelian tenaga listrik dan/atau
sewa jaringan dari koperasi, Badan Usaha Milik Daerah,
swasta, swadaya masyarakat, dan perorangan setelah
mendapat persetujuan Menteri, Gubernur, atau
Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.
(4) Koperasi …
(4) Koperasi, Badan Usaha Milik Daerah, swasta, swadaya
masyarakat, dan perorangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) wajib memiliki Izin Usaha
Ketenagalistrikan sesuai dengan jenis usahanya.
(5) Pembelian tenaga listrik dan/atau sewa jaringan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui
pelelangan umum.
(6) Pembelian tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dapat dilakukan melalui penunjukan langsung
dalam hal:
a. pembelian tenaga listrik dari pembangkit tenaga
listrik yang menggunakan energi terbarukan, gas
- 12 -
marjinal, batubara di mulut
tambang, dan energi setempat lainnya;
b. pembelian kelebihan tenaga listrik; atau
c. sistem tenaga listrik setempat dalam kondisi krisis
penyediaan tenaga listrik.
(7) Kondisi krisis penyediaan tenaga listrik sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) huruf c ditetapkan oleh Menteri,
Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya
atas usul Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau
Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk
Kepentingan Umum.
(8) Pembelian tenaga listrik dan/atau sewa jaringan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (5), dan ayat
(6) tetap memperhatikan kaidah-kaidah bisnis yang sehat
dan transparan.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pembelian
tenaga listrik dan/atau sewa jaringan ditetapkan oleh
Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai
kewenangannya.”
7. Ketentuan ...
7. Ketentuan Pasal 13 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut :
“Pasal 13
- 13 -
(1) Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk
Kepentingan Sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (1) dan ayat (3) yang mempunyai kelebihan tenaga
listrik dapat menjual kelebihan tenaga listriknya kepada
Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau
Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk
Kepentingan Umum atau masyarakat setelah mendapat
persetujuan Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota
sesuai kewenangannya.
(2) Penjualan kelebihan tenaga listrik kepada masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
dalam hal daerah tersebut belum terjangkau oleh
Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau
Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk
Kepentingan Umum.”
8. Ketentuan Pasal 15 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut :
“Pasal 15
(1) Tenaga listrik yang disediakan untuk kepentingan
umum, wajib diberikan dengan mutu dan keandalan
yang baik.
(2) Ketentuan tentang mutu dan keandalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.”
9. Ketentuan Pasal 21 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut :
- 14 -
“Pasal 21
(1) Setiap usaha penyediaan tenaga listrik wajib memenuhi
ketentuan mengenai keselamatan ketenagalistrikan.
(2) Ketentuan …
(2) Ketentuan keselamatan ketenagalistrikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi standardisasi,
pengamanan instalasi tenaga listrik dan pengamanan
pemanfaat tenaga listrik untuk mewujudkan kondisi
andal dan aman bagi instalasi dan kondisi aman dari
bahaya bagi manusia serta kondisi akrab lingkungan.
(3) Pekerjaan instalasi ketenagalistrikan untuk penyediaan
dan pemanfaatan tenaga listrik harus dikerjakan oleh
Badan Usaha Penunjang Tenaga Listrik yang disertifikasi
oleh lembaga sertifikasi yang terakreditasi.
(4) Dalam hal di suatu daerah belum terdapat Badan Usaha
Penunjang Tenaga Listrik yang telah disertifikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri, Gubernur
atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya dapat
menunjuk Badan Usaha Penunjang Tenaga Listrik.
(5) Dalam hal belum ada lembaga sertifikasi yang telah
diakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai
kewenangannya dapat menunjuk lembaga sertifikasi.
(6) Pemeriksaan dan pengujian instalasi penyediaan tenaga
listrik dan instalasi pemanfaatan tenaga listrik tegangan
tinggi dan tegangan menengah dilaksanakan oleh
- 15 -
lembaga inspeksi
teknik yang diakreditasi oleh lembaga yang berwenang.
(7) Pemeriksaan instalasi pemanfaatan tenaga listrik
konsumen tegangan rendah dilaksanakan oleh suatu
lembaga inspeksi independen yang sifat usahanya
nirlaba dan ditetapkan oleh Menteri.
(8) Pemeriksaan instalasi tegangan rendah yang dimiliki
oleh konsumen tegangan tinggi dan/atau konsumen
tegangan menengah dilakukan oleh lembaga inspeksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
(9) Setiap ...
(9) Setiap tenaga teknik yang bekerja dalam usaha
ketenagalistrikan wajib memiliki sertifikat kompetensi
sesuai peraturan perundang-undangan.
(10) Untuk jenis-jenis usaha penunjang tenaga listrik
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berkaitan
dengan jasa konstruksi diatur tersendiri dalam peraturan
perundang-undangan di bidang Jasa Konstruksi.”
10. Ketentuan Pasal 22 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut :
“Pasal 22
(1) Instalasi ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (3) harus sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia Bidang Ketenagalistrikan.
(2) Setiap instalasi ketenagalistrikan sebelum dioperasikan
wajib memiliki sertifikat laik operasi.”
- 16 -
11. Ketentuan Pasal 23 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut :
“Pasal 23
Ketentuan mengenai perencanaan, pemasangan,
pengamanan, pemeriksaan, pengujian dan uji laik operasi
instalasi ketenagalistrikan diatur dengan Peraturan
Menteri.”
12. Di antara Pasal 23 dan Pasal 24 disisipkan 1 (satu) pasal,
yakni Pasal 23A, sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 23A
Pemanfaatan instalasi ketenagalistrikan untuk kepentingan
di luar penyaluran tenaga listrik harus mendapat izin
Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai
kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(4).”
13. Ketentuan ...
13. Ketentuan Pasal 24 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut :
“Pasal 24
(1) Menteri dapat memberlakukan Standar Nasional
Indonesia di bidang ketenagalistrikan sebagai standar
wajib.
- 17 -
(2) Setiap peralatan
tenaga listrik wajib memenuhi Standar Nasional
Indonesia yang diberlakukan wajib dan dibubuhi tanda
SNI.
(3) Setiap pemanfaat tenaga listrik wajib memenuhi Standar
Nasional Indonesia yang diberlakukan wajib dan
dibubuhi Tanda Keselamatan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembubuhan
tanda SNI dan Tanda Keselamatan diatur dengan
Peraturan Menteri.”
14. Ketentuan Pasal 25 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut :
“Pasal 25
(1) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang
Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum
dalam menyediakan tenaga listrik berhak untuk :
a. memeriksa instalasi ketenagalistrikan yang
diperlukan oleh masyarakat, baik sebelum maupun
sesudah mendapat sambungan tenaga listrik;
b. mengambil tindakan atas pelanggaran perjanjian
penyambungan listrik oleh konsumen; dan
c. mengambil tindakan penertiban atas pemakaian
tenaga listrik secara tidak sah.
(2) Pemegang …
- 18 -
(2) Pemegang Kuasa
Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha
Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum tidak
bertanggung jawab atas bahaya terhadap kesehatan,
nyawa, dan barang yang timbul karena penggunaan
tenaga listrik yang tidak sesuai dengan peruntukannya
atau salah dalam pemanfaatannya.
(3) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang
Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum
dalam menyediakan tenaga listrik wajib :
a. memberikan pelayanan yang baik;
b. menyediakan tenaga listrik secara terus menerus
dengan mutu dan keandalan yang baik;
c. memberikan perbaikan, apabila ada gangguan tenaga
listrik;
d. bertanggung jawab atas segala kerugian atau bahaya
terhadap nyawa, kesehatan, dan barang yang timbul
karena kelalaiannya; dan
e. melakukan pengamanan instalasi ketenagalistrikan
terhadap bahaya yang mungkin timbul.”
15. Ketentuan Pasal 32 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut :
“Pasal 32
(1) Harga jual tenaga listrik untuk konsumen diatur dan
ditetapkan dengan memperhatikan kepentingan dan
kemampuan masyarakat.
- 19 -
(2) Harga jual tenaga
listrik untuk konsumen yang disediakan oleh Pemegang
Kuasa Usaha Ketenagalistrikan ditetapkan oleh Presiden
atas usul Menteri.
(3) Harga …
(3) Harga jual tenaga listrik untuk konsumen yang
disediakan oleh Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan
untuk Kepentingan Umum ditetapkan oleh Menteri,
Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya
dalam pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (4).
(4) Menteri dalam mengusulkan harga jual tenaga listrik
untuk konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. kaidah-kaidah industri dan niaga yang sehat;
b. biaya produksi;
c. efisiensi pengusahaan;
d. kelangkaan sumber energi primer yang digunakan;
e. skala pengusahaan dan interkoneksi sistem yang
dipakai; dan
f. tersedianya sumber dana untuk investasi.”
(5) Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota dalam
menetapkan harga jual tenaga listrik untuk konsumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memperhatikan
- 20 -
hal-hal
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a sampai
dengan huruf f.
(6) Dalam menentukan harga jual tenaga listrik untuk
konsumen tidak mampu, Menteri, Gubernur, atau
Bupati/Walikota sesuai kewenangannya selain
memperhatikan hal-hal sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) huruf a sampai dengan huruf f,
mempertimbangkan juga kemampuan masyarakat.”
16. Di antara Pasal 32 dan Pasal 33 disisipkan 1 (satu) pasal,
yakni Pasal 32A, sehingga berbunyi sebagai berikut :
“Pasal 32A …
“Pasal 32A
(1) Harga jual tenaga listrik atau harga sewa jaringan tenaga
listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3)
dinyatakan dengan mata uang rupiah.
(2) Harga jual tenaga listrik atau harga sewa jaringan tenaga
listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
disesuaikan berdasarkan perubahan unsur biaya tertentu
atas dasar kesepakatan bersama yang dicantumkan
dalam perjanjian jual beli tenaga listrik atau perjanjian
sewa jaringan tenaga listrik.
- 21 -
(3) Harga jual tenaga
listrik atau harga sewa jaringan tenaga listrik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mendapatkan persetujuan Menteri, Gubernur, atau
Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.”
17. Ketentuan Pasal 35 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut :
“Pasal 35
(1) Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai
kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (4) melakukan pengawasan umum terhadap usaha
penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik.
(2) Pengawasan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. keselamatan pada keseluruhan sistem penyediaan
dan pemanfaatan tenaga listrik;
b. aspek lindungan lingkungan;
c. pemanfaatan teknologi yang bersih, ramah
lingkungan dan berefisiensi tinggi pada
pembangkitan tenaga listrik;
d. kompetensi …
d. kompetensi tenaga teknik;
e. keandalan dan keamanan penyediaan tenaga listrik;
- 22 -
f. tercapainya standardisasi dalam bidang
ketenagalistrikan.
(3) Dalam rangka pengawasan umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Menteri menetapkan Pedoman
Umum Pengawasan Ketenagalistrikan.”
18. Ketentuan Pasal 36 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
“Pasal 36
(1) Dalam melakukan pengawasan umum, Menteri,
Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya
melakukan pemeriksaan atas dipenuhinya syarat-syarat
keselamatan ketenagalistrikan baik oleh Pemegang Kuasa
Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha
Ketenagalistrikan maupun pemanfaat tenaga listrik.
(2) Dalam melakukan pengawasan umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Menteri, Gubernur, atau
Bupati/Walikota sesuai kewenangannya menugaskan
kepada Inspektur Ketenagalistrikan untuk melakukan
pemeriksaan atas dipenuhinya syarat-syarat aman, andal
dan akrab lingkungan pada instalasi ketenagalistrikan.
(3) Pengawasan atas pemenuhan syarat keselamatan kerja
dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan.”
19. Ketentuan Pasal 37 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut:
- 23 -
“Pasal 37 …
“Pasal 37
Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota
sesuai kewenangannya mengadakan koordinasi dengan
instansi lain yang bidang tugasnya berkaitan dengan usaha
penyediaan tenaga listrik.
20. Di antara Pasal 37 dan Pasal 38 disisipkan 1 (satu) pasal,
yakni Pasal 37A, sehingga berbunyi sebagai berikut :
“Pasal 37A
(1) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan wajib
melaporkan kegiatan usahanya setiap 3 (tiga) bulan
kepada Menteri.
(2) Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk
Kepentingan Umum dan Pemegang Izin Usaha
Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Sendiri wajib
melaporkan kegiatan usahanya setiap 3 (tiga) bulan
kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai
kewenangannya.”
- 24 -
Pasal II
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, peraturan
pelaksanaan di bidang ketenagalistrikan yang telah dikeluarkan
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diubah
dengan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal III
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar …
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 Januari 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
Dr. H. SUSILO BAMBANG
YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Januari 2005
- 25 -
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd.
Dr. HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 5
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2005
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG
PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK
UMUM
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan yang dibentuk untuk menggantikan Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat oleh putusan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 15 Desember 2004. Selanjutnya untuk mengisi
kekosongan hukum, menurut putusan Mahkamah Konstitusi, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 berlaku
kembali.
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan
Pemanfaatan Tenaga Listrik sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor
- 26 -
15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan dibentuk
berdasarkan sistem penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang sentralistik
dengan menitikberatkan kewenangan dan tanggung jawab penyediaan dan
pemanfaatan tenaga listrik pada Pemerintah Pusat. Dengan berlakunya Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terjadi
perkembangan keadaan, perubahan ketatanegaraan serta tuntutan
penyelenggaraan otonomi daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Sehubungan dengan perubahan
sistem penyelenggaraan pemerintahan tersebut, daerah memiliki kewenangan
menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam penyediaan dan pemanfaatan
tenaga listrik guna memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan
pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan
rakyat. Selain hal tersebut di atas dengan dibentuknya berbagai peraturan
lainnya yang terkait dengan kegiatan di bidang ketenagalistrikan, maupun
untuk mewujudkan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah
dalam ...
dalam perizinan, perencanaan, dan pendanaan di bidang ketenagalistrikan dan
meningkatkan partisipasi koperasi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha
Milik Daerah, swasta, swadaya masyarakat dan perorangan dalam penyediaaan
tenaga listrik serta untuk meningkatkan kepastian hukum dan kepastian
berusaha di bidang ketenagalistrikan, perlu mengubah Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1989.
Perubahan materi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 antara
lain sebagai berikut :
1. Kewenangan Menteri menetapkan daerah usaha dan/atau bidang usaha
Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK);
- 27 -
2. Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional
(RUKN) disusun dengan mempertimbangkan masukan dari Pemerintah
Daerah dan masyarakat;
3. Penggunaan energi terbarukan menjadi prioritas utama;
4. Peran Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyediakan dana
pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik pada daerah yang belum
berkembang, daerah terpencil, dan untuk membantu kelompok masyarakat
tidak mampu;
5. Koperasi, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), swasta, swadaya masyarakat
dan perorangan dapat menjadi Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan
untuk Kepentingan Umum dengan Izin Usaha ditetapkan oleh Menteri,
Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya;
6. Jaringan Transmisi untuk kepentingan umum dapat digunakan oleh Badan
Usaha lain selain pemilik jaringan tersebut;
7. Pembelian tenaga listrik dan/atau sewa jaringan dilakukan melalui
pelelangan umum dan dalam hal tertentu dapat dilakukan melalui
penunjukan langsung;
8. Harga jual tenaga listrik untuk konsumen yang disediakan oleh Pemegang
Kuasa Usaha Ketenagalistrikan ditetapkan oleh Presiden berdasarkan usul
Menteri.
9. Harga ...
- 28 -
9. Harga jual tenaga listrik untuk konsumen yang disediakan
oleh Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum
ditetapkan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai
kewenangannya.
10. Keselamatan Ketenagalistrikan meliputi standardisasi, pengamanan
instalasi tenaga listrik dan pengamanan pemanfaat tenaga listrik.
PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Angka 1
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan sumber energi primer meliputi energi tak
terbarukan dan energi terbarukan. Energi primer tak
terbarukan antara lain minyak bumi, gas bumi, dan batubara,
sedangkan sumber energi primer terbarukan antara lain
tenaga air, angin, surya, panas bumi, dan biomasa.
Ayat (4)
Cukup jelas
Angka 2
Pasal 2A
- 29 -
Cukup jelas
Angka 3 …
Angka 3
Pasal 3
Cukup jelas
Angka 4
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Bagi Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan, perubahan rencana
penyediaan tenaga listrik setelah pemberian Izin Usaha
Ketenagalistrikan wajib mendapatkan pengesahan kembali
oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai
kewenangannya.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
- 30 -
Huruf a
Peringatan tertulis dilakukan apabila Pemegang Izin Usaha
Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum tidak
membuat dan/atau tidak melaksanakan Rencana
Penyediaan Tenaga Listrik.
Huruf b …
Huruf b
Penangguhan kegiatan dilakukan apabila Pemegang Izin
Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum
setelah mendapat teguran tertulis tetap tidak membuat
dan/atau tidak melaksanakan Rencana Penyediaan
Tenaga Listrik.
Huruf c
Pencabutan izin dilakukan apabila Pemegang Izin Usaha
Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum tetap tidak
menaati persyaratan selama masa penangguhan.
Angka 5
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
- 31 -
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam
ketentuan ini adalah BUMN yang bukan ditetapkan sebagai
Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7) …
Ayat (7)
Yang dimaksud belum dapat menjangkau seluruh daerah
usahanya adalah:
1. belum mempunyai/memiliki kapasitas tenaga listrik yang
dibutuhkan di daerah usahanya;
2. belum tersedianya sarana penyediaan tenaga listrik.
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (10)
Cukup jelas
- 32 -
Ayat (11)
Cukup jelas
Ayat (12)
Cukup jelas
Ayat (13)
Cukup jelas
Ayat (14)
Cukup jelas
Angka 6
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4) ...
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan kondisi krisis penyediaan tenaga listrik
adalah kondisi dimana kapasitas penyediaan tenaga listrik
- 33 -
tidak mencukupi kebutuhan beban di
daerah tersebut, yang dapat disebabkan antara lain karena
pertumbuhan beban yang jauh melampaui kemampuan
penyediaan tenaga listrik, bencana alam, dan adanya
konflik/kerusuhan.
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Angka 7
Pasal 13
Cukup jelas
Angka 8
Pasal 15
Ayat (1)
Mutu dan keandalan antara lain tingkat variasi perubahan naik
turunnya frekuensi sistem, atau perubahan naik turunnya
tegangan pada titik pemakaian, ataupun jumlah dan lama
terhentinya penyediaan tenaga listrik (gangguan).
Ayat (2) …
Ayat (2)
- 34 -
Penetapan mutu dan keandalan oleh Menteri
mengingat mutu dan keandalan sistem ketenagalistrikan
sangat dinamis dan secara teknis mutu dan keandalan tidak
sama di setiap daerah sehingga tidak dapat diberlakukan
secara nasional.
Angka 9
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Disamping untuk keamanan instalasi tenaga listrik, keselamatan
ketenagalistrikan dimaksudkan pula untuk memberi
perlindungan kepada masyarakat untuk mendapatkan rasa
aman, rasa nyaman, dan kesehatan serta kelestarian fungsi
lingkungan hidup sesuai standar yang berlaku.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan Badan Usaha Penunjang Tenaga Listrik
adalah badan usaha yang diberi izin untuk melakukan
pekerjaan perencanaan pembangunan dan pemasangan
instalasi ketenagalistrikan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
- 35 -
Cukup jelas
Ayat (8) ...
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Peraturan perundang-undangan yang dimaksud dalam adalah
peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
Ayat (10)
Cukup jelas
Angka 10
Pasal 22
Ayat (1)
Instalasi ketenagalistrikan dimaksud harus didukung oleh
peralatan dan pemanfaat listrik yang memenuhi standar di
bidang ketenagalistrikan.
Ayat (2)
Sertifikat laik operasi diterbitkan oleh lembaga sertifikasi
(lembaga inspeksi) yang berwenang, dimaksudkan sebagai
sarana untuk menjamin terpenuhinya ketentuan andal, aman,
dan akrab lingkungan bagi instalasi ketenagalistrikan.
Angka 11
Pasal 23
Cukup jelas
Angka 12
- 36 -
Pasal 23A
Dengan berkembangnya teknologi, penggunaan jaringan tenaga
listrik dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain selain penyaluran
tenaga listrik, antara lain untuk mentransmisikan data, internet,
telekomunikasi, multimedia, dan informatika.
Angka 13 …
Angka 13
Pasal 24
Ayat (1)
Yang diberlakukan sebagai standar wajib adalah SNI yang
berkaitan dengan keamanan, keselamatan, dan kesehatan dan
fungsi lingkungan hidup di bidang ketenagalistrikan.
Ayat (2)
Tanda SNI yang dibubuhkan pada peralatan tenaga listrik,
menunjukan bahwa peralatan tersebut telah memenuhi
persyaratan mutu yang termuat dalam SNI.
Ayat (3)
Tanda Keselamatan dibubuhkan pada pemanfaat tenaga listrik,
menunjukan bahwa pemanfaat tersebut telah memenuhi
persyaratan keselamatan yang dimuat dalam SNI.
Ayat (4)
Cukup jelas
Angka 14
- 37 -
Pasal 25
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Tindakan adalah antara lain pemutusan sementara aliran
tenaga listrik.
Huruf c ...
Huruf c
Tindakan penertiban yang dimaksud misalnya pencabutan
kabel-kabel yang dipasang untuk mendapatkan tenaga listrik
secara tidak sah. Terhadap pemakaian yang tidak sah itu
sendiri pada dasarnya dapat dilaporkan kepada pihak yang
berwajib sebagai tindak pidana pencurian.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan bahaya terhadap kesehatan atau nyawa
adalah karena akibat sengatan, terbakar, terluka lainnya oleh
tenaga listrik.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
- 38 -
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Kelalaian ini dapat terjadi baik dalam arti sewaktu
pelaksanaan pekerjaan atau tidak segera dilakukan tindakan
pengamanan perbaikan, sementara laporan atau informasi
mengenai hal tersebut telah diberikan, ataupun karena
tindakan-tindakan lain yang dapat menimbulkan kerugian
selama pemberian pelayanan tenaga listrik.
Huruf e
Cukup jelas
Angka 15 …
Angka 15
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan harga jual tenaga listrik untuk konsumen
adalah harga yang dibayar pelanggan atas penggunaan
tenaga listrik yang dapat terdiri dari biaya beban (Rp/kVA)
dan/atau biaya pemakaian (Rp/kWh), dan biaya pemakaian
- 39 -
daya reaktif (Rp/kVArh) atau dibayar
berdasarkan harga langganan (Rp/bulan) sesuai dengan
batasan daya yang dipakai.
Ayat (3)
Yang dimaksud harga jual tenaga listrik untuk konsumen dalam
ketentuan ini sama dengan penjelasan pada ayat (1).
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan konsumen tidak mampu adalah
konsumen listrik dengan daya tersambung sampai dengan
450 VA yang pemakaiannya sampai dengan 30 kWh perbulan.
Angka 16
Pasal 32 A
Cukup jelas
Angka 17
Pasal 35
Cukup jelas
Angka 18 …
Angka 18
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas
- 40 -
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah
peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
Angka 19
Pasal 37
Cukup jelas
Angka 20
Pasal 37A
Cukup jelas
Pasal II
Cukup jelas
Pasal III
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4469
About Me
Archive
-
▼
11
(24)
-
▼
Oktober
(16)
- Jenis dan Kegunaan Kontaktor Magnet
- Pengertian Magnetic Contactor
- Ilmu Bahan Listrik - Bahan Penyekat
- Ilmu Bahan Listrik - Logam Non Ferro
- Proses Terjadinya Busur Api Pada Circuit Breaker
- Ilmu Bahan Dasar Listrik Dasar
- Karakteristik Beberapa Jenis Bahan Penghantar Listrik
- Teori Dasar Pencahayaan
- Sistem 3 Fasa
- Teori Dasar Listrik
- alat perlindungan diri ( personal protective equip...
- JENIS JENIS PLUG DAN SOCKET LISTRIK
- Jenis Kabel Instalasi Listrik
- Peraturan Pemerintah Tentang Penyediaan dan Pemanf...
- Teori Dasar Listrik
- Persyaratan Umum Instalasi Listrik tahun 2000 (PUI...
-
▼
Oktober
(16)